Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sejarah Kerajaan Majapahit: Kehidupan Politik, Ekonomi, & Sosial-Budaya

Kerajaan Majapahit Ketika Kerajaan Singasari jatuh ke tangan Jayakatwang, Raden Wijaya (menantu Kertanegara) lari ke Madura. Atas sumbangan Arya Wiraraja, ia diterima kembali dengan baik oleh Jayakatwang dan diberi sebidang tanah di Tarik (Mojokerto). Ketika tentara Kublai Khan menyerbu Singasari, Raden Wijaya berpura-pura membantu menyerang Jayakatwang. Namun, sehabis Jayakatwang dibunuh, Raden Wijaya berbalik menyerang tentara Mongol dan berhasil mengusirnya. Setelah itu, Raden Wijaya mendirikan Kerajaan Majapahit (1293) dan menobatkan dirinya dengan gelar Sri Kertarajasa Jayawardhana.

Nah, pada kesempatan kali ini akan mencoba menghadirkan sebuah klarifikasi mengenai kehidupan politik, ekonomi, dan sosial-budaya pada masa Kerajaan Majapahat. Semoga bermanfaat. Check this out!!!

 Ketika Kerajaan Singasari jatuh ke tangan Jayakatwang Sejarah Kerajaan Majapahit: Kehidupan Politik, Ekonomi, & Sosial-Budaya
Wilayah Kekuasaan Majapahit

A. Kehidupan Politik

Kehidupan politik yang terjadi di Kerajaan Majapahit sanggup dilihat pada masa pemerintahan raja-raja berikut ini.

1) Raden Wijaya (1293–1309)

Raden Wijaya dinobatkan menjadi Raja Majapahit pertama pada tahun 1293 dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana. Sebagai seorang raja yang besar, Raden Wijaya memperistri empat putri Kertanegara sebagai permaisurinya. Dari Tribuana, ia memiliki seorang putra yang berjulukan Jayanegara, sedangkan dari Gayatri, Raden Wijaya memiliki dua orang putri, yaitu Tribuanatunggadewi dan Rajadewi Maharajasa.

Para pengikut Raden Wijaya yang setia dan berjasa dalam mendirikan kerajaan Majapahit, diberi kedudukan yang tinggi dalam pemerintahan. Tetapi ada saja yang tidak puas dengan kedudukan yang diperolehnya. Hal ini menjadikan pemberontakan di sana-sini. Pemberontakan pertama terjadi pada tahun 1295 yang dilakukan oleh Rangga Lawe (Parangga Lawe) Bupati Tuban. Rangga Lawe memberontak sebab tidak puas terhadap budi Kertarajasa yang dirasa kurang adil. Kedudukan Patih Majapahit seharusnya diberikan kepadanya. Namun, oleh Kertarajasa kedudukan itu telah diberikan kepada Nambi (anak Wiraraja). Pemberontakan Rangga Lawe sanggup ditumpas dan ia tewas oleh Kebo Anabrang. Lembu Sora, sahabat Rangga Lawe, sebab tidak tahan melihat kematiannya, kemudian membunuh Kebo Anabrang. Peristiwa itu dijadikan alasan Mahapatih yang memiliki ambisi politik besar di Majapahit menyusun taktik biar raja bersedia menghukum tindakan Lembu Sora. Lembu Sora membangkang perintah raja dan mengadakan pemberontakan pada tahun 1298–1300. Lembu Sora gugur bersama sahabatnya, Jurudemung dan Gajah Biru.

Susunan pemerintahan Raden Wiajaya tidak banyak berbeda dengan pemerintahan Singasari. Raja dibantu oleh tiga orang mahamenteri (i hino, i sirikan, dan i halu) dan dua orang pejabat lagi, yaitu rakryan rangga dan rakryan tumenggung. Pada tahun 1309 Raden Wiajay wafat dan didharmakan di Simping dengan Arca Syiwa dan di Antahpura (di kota Majapahit) dengan arca perwujudannya berbentuk Harihara (penjelmaan Wisnu dan Syiwa).

2) Sri Jayanegara (1309–1328)

Setelah Raden Wiajaya mangkat, digantikan putranya yang berjulukan Kala Gemet dengan gelar Sri Jayanegara. Kala Gemet sudah diangkat sebagai raja muda (kumararaja) semenjak ayahnya masih memerintah (1296). Ternyata, Jayanagara ialah raja yang lemah. Oleh sebab itu, pada masa pemerintahannya terus dirongrong oleh sejumlah pemberontakan.

Pada tahun 1316 timbul pemberontakan yang dipimpin oleh Nambi yang menjabat Rakryan Patih Majapahit. Nambi memusatkan kekuatannya di tempat Lumajang dan Pajarakan. Pemberontakan Nambi menerima dukungan dari ayahnya (Wiraraja). Raja Jayanegara atas hikmah Mahapati memerintahkan Lumajang dan Pajarakan digempur hingga hancur. Terjadilah pertempuran sengit dan Nambi pun gugur.

Keadaan belum pulih, terjadi lagi pemberontakan Semi pada tahun 1318. Setahun kemudian (1319) terjadi pemberontakan Kuti. Semi dan Kuti ialah dua orang dari tujuh dharmmaputra. Pemberontakan inilah yang paling berbahaya sebab Kuti berhasil menduduki ibu kota Kerajaan Majapahit. Jayanegara terpaksa melarikan diri dan mengungsi ke Badander di bawah proteksi pasukan Bayangkara yang dipimpin oleh Gajah Mada.

Setelah raja dalam keadaan aman, Gajah Mada kembali ke Majapahit untuk melaksanakan pendekatan kepada rakyat. Ternyata masih banyak rakyat yang memihak raja dan Gajah Mada pun berhasil menanamkan rasa kebencian kepada Kuti. Dengan taktik yang jitu, Gajah Mada mengadakan serangan secara tiba-tiba ke sentra kerajaan. Pasukan Kuti sanggup dihancurkan dan Kuti tewas dalam pertempuran itu. Setelah keadaan benar-benar aman, Jayanegara pulang ke ibu kota untuk meneruskan pemerintahannya. Karena jasanya yang besar, Gajah Mada diangkat menjadi Patih Kahuripan. Dua tahun berikutnya, ia diangkat menjadi Patih Daha menggantikan Arya Tilan (1321).

Pada tahun 1328 terjadilah petaka yang mengejutkan. Raja Jayanegara dibunuh oleh Tanca (seorang tabib kerajaan). Tanca kemudian dibunuh oleh Gajah Mada. Peristiwa itu disebut Patanca. Jayanegara didharmakan di Candi Srenggapura di Kapopongan.

3) Tribhuwanatunggadewi Jayawisnuwarddhani (1328–1350)

Raja Jayanegara tidak berputra sehingga ketika baginda mangkat, takhta kerajaan diduduki oleh adik perempuannya dari ibu berbeda (Gayatri) yang berjulukan Bhre Kahuripan. Ia dinobatkan menjadi Raja Majapahit dengan gelar Tribhuwanatunggadewi Jayawisnuwarddhani. Selama memerintah, Tribhuwanatunggadewi didampingi suaminya yang berjulukan Cakradhara atau Cakreswara yang menjadi raja di Singasari (Bhre Singasari) dengan gelar Kertawardhana. Berkat sumbangan dan saran dari Patih Gajah Mada, pemerintahannya sanggup berjalan lancar walaupun masih timbul pemberontakan.

Pada tahun 1331 timbul pemberontakan Sadeng dan Keta di tempat Besuki, tetapi sanggup dihancurkan oleh pasukan Gajah Mada. Karena jasanya itu, Gajah Mada naik pangkat lagi dari Patih Daha menjadi Mahapatih Majapahit menggantikan Pu Naga. Setelah diangkat menjadi Mahapatih Majapahit, dalam suatu persidangan besar yang dihadiri oleh para menteri dan pejabat negara lainnya, Gajah Mada mengucapkan sumpah untuk menyatukan Nusantara di bawah naungan Majapahit. Sumpahnya itu dikenal dengan nama Sumpah Palapa. Palapa berarti garam atau rempah-rempah yang sanggup melezatkan banyak sekali masakan. Oleh sebab itu, sumpah itu sanggup diartikan bahwa Gajah Mada tidak akan makan palapa (hidup enak) sebelum berhasil menyatukan Nusantara.

Semula banyak pejabat negara yang menertawakannya, tetapi Gajah Mada sudah bertekad baja, bersemangat membara, dan maju terus pantang mundur. Gajah Mada mempersiapkan segala sesuatunya untuk mewujudkan sumpahnya, ibarat prajurit pilihan, persenjataan, dan armada maritim yang kuat. Setelah persiapannya matang, tentara Majapahit bertahap bergerak menyerang untuk menaklukkan wilayah kerajaan lain.

Pada tahun 1334 Bali berhasil ditaklukkan oleh Gajah Mada yang dibantu oleh Laksamana Nala dan Adityawarman. Adityawarman ialah seorang pejabat Majapahit keturunan Melayu dan berkedudukan sebagai werdhamantri dengan gelar Arya Dewaraja Pu Aditya. Setelah penaklukkan Bali, satu demi satu tempat di Sumatra, Semenanjung Malaka, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Irian (Papua) cuilan barat berhasil ditundukkan dan mengakui kekuasaan Majapahit. Tugas besar itu tercapai pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk. Agar akreditasi kekuasaan Majapahit di Sumatra kekal, Adityawarman diangkat menjadi raja di Melayu menggantikan Mauliwarmadewa (1343). Adityawarman segera menata kembali struktur pemerintahan dan meluaskan tempat kekuasaannya hingga Pagarruyung–Minangkabau. Setelah itu, Adityawarman memindahkan sentra kerajaan dari Jambi ke Pagarruyung. Adityawarman memerintah hingga tahun 1375.

Pada tahun 1372 Tribhuwanatunggadewi meninggal dan didharmakan di Panggih dengan nama Pantarapurwa.

4) Raja Hayam Wuruk (1350–1389) 

Hayam Wuruk sehabis naik takhta bergelar Sri Rajasanagara dan dikenal pula dengan nama Bhre Hyang Wekasing Sukha. Ketika Tribhuwanatunggadewi masih memerintah, Hayam Wuruk telah dinobatkan menjadi rajamuda (kumararaja) dan menerima tempat Jiwana sebagai wilayah kekuasaannya. Dalam memerintah Majapahit, Hayam Wuruk didampingi oleh Gajah Mada sebagai patih hamangkubumi.

Hayam Wuruk ialah raja yang cakap dan didampingi oleh patih yang gagah berani pula. Pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk inilah Majapahit mencapai puncak kebesaran. Wilayah kekuasaannya hampir seluas negara Indonesia sekarang. Bahkan, pengaruhnya terasa hingga ke luar Nusantara, yaitu hingga ke Thailand (Campa), Indocina, dan Filipina Selatan. Dengan kenyataan itu, berarti Sumpah Palapa Gajah Mada benar-benar terwujud sehingga seluruh pembesar kerajaan selalu hormat kepadanya. Kecuali sebagai seorang negarawan dan jenderal perang, Gajah Mada juga hebat hukum. Ia berhasil menyusun kitab Kutaramanawa yang digunakan sebagai dasar aturan di Majapahit.

Pada ketika pemerintahan Raja Hayam Wuruk, ada satu tempat di Pulau Jawa yang belum tunduk kepada Majapahit, yaitu Kerajaan Sunda di Jawa Barat. Kerajaan Sunda itu diperintah oleh Sri Baduga Maharaja. Gajah Mada ingin menundukkan secara diplomatis dan kekeluargaan. Kebetulan pada tahun 1357 Raja Hayam Wuruk bermaksud meminang putri Sri Baduga yang berjulukan Dyah Pitaloka untuk dijadikan permaisuri. Lamaran itu diterimanya. Dyah Pitaloka dengan diantarkan oleh Sri Baduga beserta prajuritnya berangkat ke Majapahit. Akan tetapi, ketika hingga di Bubat, Gajah Mada menghentikan rombongan pengantin. Gajah Mada menghendaki biar putri Kerajaan Sunda itu dipersembahkan kepada Hayam Wuruk sebagai tanda tunduk Raja Sunda kepada Majapahit. Tentu saja maksud Gajah Mada itu ditentang oleh raja dan kaum darah biru Sunda. Akibatnya, terjadilah pertempuran sengit yang tidak seimbang. Sri Baduga beserta para pengikutnya gugur, Dyah Pitaloka bunuh diri di tempat itu juga. Peristiwa itu populer dengan nama Perang Bubat.

5) Raja Wikramawardhana (1389–1429)

Setelah Raja Hayam Wuruk mangkat, terjadilah kudeta di antara putra-putri Hayam Wuruk. Kemelut politik pertama meletus pada tahun 1401. Seorang raja tempat dari cuilan timur, yaitu Bhre Wirabhumi memberontak terhadap Raja Wikramawardhana. Raja Wikramawardhana ialah suami Kusumawardhani yang berhak mewarisi takhta kerajaan ayahnya (Hayam Wuruk), sedangkan Bhre Wirabhumi ialah putra Hayam Wuruk dari selir. Dalam kitab Pararaton, pertikaian antarkeluarga itu disebut Perang Paregreg. Pasukan Bhre Wirabhumi sanggup dihancurkan dan ia terbunuh oleh Raden Gajah.

6) Raja Suhita (1429–1447)

Wikramawardhana wafat pada tahun 1429 dan digantikan oleh putrinya yang berjulukan Suhita. Penobatan Suhita menjadi Raja Majapahit dimaksudkan untuk meredakan pertikaian keluarga tersebut. Namun, benih balas dendam sudah telanjur tertanam pada keluarga Bhre Wirabhumi. Akibatnya, pada tahun 1433 Raden Gajah dibunuh sebab dipersalahkan telah membunuh Bhre Wirabhumi. Hal itu mengatakan bahwa pertikaian antarkeluarga Majapahit terus berlangsung.

7) Raja Majapahit Terakhir

Pada tahun 1447 Suhita meninggal dan digantikan Dyah Kertawijaya. Ia hanya memerintah selama empat tahun (1447–1451) sebab pada tahun 1451 meninggal dan didharmakan di Kertawijayapura. Apa yang diperbuat oleh raja tidak ada keterangan yang jelas.

Sepeninggal Kertawijaya, pemerintahan Majapahit dipegang oleh Bhre Pamotan dengan gelar Sri Rajawarddhana. Rajawarddhana juga disebut Sang Sinagara. Dalam kitab Pararaton disebutkan bahwa ia berkedudukan di Keling, Kahuripan. Ini lebih dikuatkan lagi oleh Prasasti Waringin Pitu yang dikeluarkan oleh Kertawijaya (1447).

Sepeninggal Rajawarddhana (1453), Kerajaan Majapahit selama tiga tahun (1453–1456) tidak memiliki seorang raja. Pada tahun 1456 Majapahit diperintah oleh Bhre Wengker dengan gelar Girindrawardhana. Bhre Wengker ialah anak Bhre Tumapel Kertawijaya. Masa pemerintahannya berlangsung selama 10 tahun (1456–1466).

8) Keruntuhan Kerajaan Majapahit

Berkembangnya agama Islam di pesisir utara Jawa yang kemudian diikuti berdirinya Kerajaan Demak mempercepat kemunduran Kerajaan Majapahit. Raja dan pejabat penting Demak ialah keturunan Raja Majapahit yang sudah masuk Islam. Mereka masih menyimpan dendam nenek moyangnya sehingga Majapahit berusaha dihancurkan. Peristiwa itu terjadi pada tahun 1518–1521. Penyerangan Demak terhadap Majapahit itu dipimpin oleh Adipati Unus (cucu Bhre Kertabhumi).

B. Kehidupan Ekonomi

Kegiatan ekonomi yang dijalankan oleh rakyat dan pemerintah Kerajaan Majapahit ialah sebagai berikut.
  1. Di Pulau Jawa dititikberatkan pada sektor pertanian rakyat yang banyak menghasilkan materi makanan.
  2. Di luar Jawa, terutama cuilan timur (Maluku), dititikberatkan pada tanaman rempah-rempah dan tanaman perdagangan lainnya.
  3. Di sepanjang sungai-sungai besar berkembang acara perdagangan yang menghubungkan tempat pantai dan pedalaman.
  4. Di kota-kota pelabuhan, ibarat Tuban, Gresik, Sedayu, Ujung Galuh, Canggu, dan Surabaya, dikembangkan perdagangan antarpulau dan dengan luar negeri, ibarat Cina, Campa, dan India.
  5. Dari kota-kota pelabuhan, pemerintah mendapatkan bea cukai, sedangkan dari raja-raja tempat pemerintah mendapatkan pajak dan upeti dalam jumlah yang cukup besar.


Perekonomian yang maju ini menciptakan rakyat hidup sejahtera dan keluarga raja beserta para pejabat negara lebih makmur lagi.

C. Kehidupan Sosial-Budaya

Kehidupan sosial masa Majapahit aman, damai, dan tenteram. Dalam kitab Negarakrtagama disebutkan bahwa Hayam Wuruk melaksanakan perjalanan keliling ke daerah-daerah untuk mengetahui sejauh mana kemajuan dan kesejahteraan rakyatnya. Perlindungan terhadap rakyat sangat diperhatikan. Demikian juga peradilan, dilaksanakan secara ketat; siapa yang bersalah dieksekusi tanpa pandang bulu.

Dalam kondisi kehidupan yang kondusif dan teratur maka suatu masyarakat akan bisa menghasilkan karya-karya budaya yang bermutu tinggi. Hasil budaya Majapahit sanggup dibedakan sebagai berikut.

1. Candi
Banyak candi peninggalan Majapahit, ibarat Candi Penataran (di Blitar), Candi Brahu, Candi Bentar (Waringin Lawang), Candi Bajang Ratu, Candi Tikus, dan bangunan-bangunan kuno lainnya, ibarat Segaran dan Makam Troloyo (di Trowulan).

2. Kesusanteran
Zaman Majapahit bidang sastra sangat berkembang. Hasil sastranya sanggup dibagi menjadi zaman Majapahit Awal dan Majapahit Akhir.

Sastra Zaman Majapahit Awal
  • Kitab Negarakrtagama, karangan Empu Prapanca. Isinya perihal keadaan kota Majapahit, daerah-daearah jajahan, dan perjalananan Hayam Wuruk keliling ke daerah-daerah.
  • Kitab Sotasoma, karangan Empu Tantular. Di dalam kitab ini terdapat ungkapan yang berbuny "Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrawa" yang kemudian digunakan sebagai motto negara kita.
  • Kitab Arjunawijaya karangan EmpuTantular. Isinya perihal raksasa yang dikalahkan oleh Arjuna Sasrabahu.
  • Kitab Kunjarakarna, tidak diketahui pengarangnya.

Sastra Zaman Akhir Majapahit
  • Kitab Pararaton, isinya menceritakan riwayat raja-raja Singasari dan Majapahit.
  • Kitab Sudayana, isinya perihal Peristiwa Bubat.
  • Kitab Sorandakan, isinya perihal pemberontakan Sora.
  • Kitab Ranggalawe, isinya perihal pemberontakan Ranggalawe.
  • Kitab Panjiwijayakrama, isinya riwayat R.Wijaya hingga dengan menjadi Raja Majapahit.
  • Kitab Usana Jawa, isinya perihal penaklukan Bali oleh Gajah Mada dan Aryadamar.
  • Kitab Tantu Panggelaran, perihal pemindahan gunung Mahameru ke Pulau Jawa oleh Dewa Brahma, Wisnu, dan Siwa.

BACA JUGA:
- Sejarah Kerajaan Sriwijaya
- Sejarah Kerajaan Mataram Kuno
- Sejarah Kerajaan Singasari

Semoga klarifikasi mengenai Sejarah Kerajaan Majapahit di atas bisa menambah wawasan sobat sekalian perihal sejarah Kerajaan Hindu-Budha di Indonesia. Apabila ada suatu kesalahan dari klarifikasi di atas baik dari segi penulisan maupun isi, mohon kiranya kritik dan saran yang membangun untuk kemajuan bersama. Jangan lupa like dan share juga ya sobat. Terima kasih... ^^ Maju Terus Pendidikan Indonesia ^^

Sumber http://www.zonasiswa.com