Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ibadah Qurban (Pengertian, Hukum, Keutamaan, Tata Cara)

Assalamu'alaikum Wr. Wb. Selamat tiba di blog . Senang sekali rasanya kali ini sanggup kami bagikan artikel perihal Ibadah Qurban meliputi pengertian, dasar syariat, hukum, keutamaan dan nasihat Ibadah Qurban, waktu pelaksanaan, serta syarat dan jenis binatang qurban. Barikut artikel selengkapnya..

Pengertian Ibadah Qurban

Dalam bahasa Arab, binatang kurban disebut “Udh-hiyah” atau “Dhahiyyah”. Sayyid Sabiq menjelaskan:

اَلْأُضْحِيَةُ وَالضَّحِيَّةُ اِسْمٌ لِمَا يُذْبَحُ مِنَ الْإِبِلِ وَالْبَقَرِ وَالْغَنَمِ يَوْمَ النَّحْرِ وَأَيَّامَ التَّشْرِيْقِ تَقَرُّبًا إِلَى اللهِ تَعَالَى

“Udh-hiyah dan dhahiyyah yakni nama untuk binatang yang disembelih berupa unta, sapi dan kambing, pada hari nahr dan hari-hari tasyriq, dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah”.

Hari nahr yakni hari raya idul adha tanggal 10 Zulhijah. Sedangkan hari-hari tasyriq yakni tanggal 11, 12,13 Zulhijah. Disebut hari nahr alasannya mulai hari itu diperintahkan menyembelih binatang kurban. Nahr berarti menyembelih unta dengan cara menusuk belahan bawah lehernya. Dan tiga hari berikutnya disebut hari tasyriq alasannya orang-orang banyak yang menjemur daging untuk mengawetkannya biar tidak anyir ketika disimpan. Tasyriq berarti menjemur di bawah terik matahari.

Dari pengertian di atas, maka ibadah kurban yakni menyembelih binatang kurban sebagai salah satu bentuk ketaatan kita kepada Allah.

 Senang sekali rasanya kali ini sanggup kami bagikan artikel perihal  Ibadah Qurban (Pengertian, Hukum, Keutamaan, Tata Cara)

Dasar Syariat Qurban

Ini yang harus kita pastikan terlebih dahulu sebelum melaksanakan suatu amal ibadah. Yaitu adakah landasan syar’inya? Landasan syar’i bisa berupa ayat Alquran dan hadits, atau dalil-dalil yang bersumber dari keduanya menyerupai ijma’ dan qiyas. Landasan syar’i perlu dipastikan adanya biar kita tidak termasuk orang yang mengada-ada amal ibadah yang tidak ada dasarnya.

Dalil ibadah kurban terdapat dalam Quran, hadits dan ijma. Allah swt berfirman:

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ ، فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ ، إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ

“Sesungguhnya kami telah menawarkan kepadamu nikmat yang banyak. Maka shalatlah alasannya Tuhanmu dan sembelihlah binatang kurban. Sesungguhnya orang yang membencimu, dialah yang terputus”. (Al-Kautsar: 1-3)

Rasulullah saw bersabda:

إِنَّ أَوَّلَ مَا نَبْدَأُ بِهِ فِيْ يَوْمِنَا هَذَا أَنْ نُصَلِّيَ ثُمَّ نَرْجِعَ فَنَنْحَرَ

“Sesungguhnya yang pertama kali kita lakukan pada hari ini yakni menunaikan shalat (idul Adha), kemudian pulang kemudian menyembelih binatang kurban”. (HR. Bukhari)

Adapun dalil ijma’, seluruh ulama setuju terhadap disyariatkannya ibadah kurban. Ijma’ ini memberi arti final bahwa tidak ada lagi celah beda pendapat dalam duduk kasus ini.

 Senang sekali rasanya kali ini sanggup kami bagikan artikel perihal  Ibadah Qurban (Pengertian, Hukum, Keutamaan, Tata Cara)

Hukum Berqurban

Hukum ibadah kurban yakni sunnah muakkadah, atau sunnah yang sangat ditekankan. Rasulullah saw bersabda:

إِذَا رَأَيْتُمْ هِلَالَ ذِي الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ

“Apa bila kalian telah meru’yah (melihat) bulan sabit Zulhijah, dan seseorang diantara kalian hendak memotong binatang kurban, maka hendaklah ia menahan diri untuk tidak memotong rambut dan kukunya”. (HR. Muslim)

Ungkapan dia “dan seseorang di antara kalian hendak memotong binatang kurban” menunjukkan aturan sunnah bukan wajib. Sebab kalau sekiranya wajib, tentu tidak hanya dikaitkan dengan orang yang hendak berkurban saja.

Namun demikian, bagi yang mempunyai kelonggaran sangat ditekankan untuk berkurban, dan makruh meninggalkannya. Rasulullah saw pernah menawarkan peringatan keras bagi orang yang bisa tapi tidak mau berkurban. Sabda beliau:

مَنْ كَانَ عِنْدَهُ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا

“Siapa yang mempunyai kelonggaran tapi tidak berkurban, maka janganlah mendekati kawasan pelaksanaan shalat (ied) kami”. (HR. Ibnu Majah; Hasan)

Atas peringatan keras ini, maka ada sebagian ulama yang menyatakan wajibnya kurban bagi orang yang mampu.

Keutamaan dan Hikmah Berqurban


1. Qurban Pintu Mendekatkan Diri Kepada Allah

Sungguh ibadah qurban yakni salah satu pintu terbaik dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT sebagaimana halnya ibadah shalat. Ia juga menjadi media taqwa seorang hamba. Sebagaimana firman Allah surat Al-Maidah ayat 27, “Sesungguhnya Allah hanya mendapatkan (qurban) dari orang-orang yang bertaqwa”.

Berqurban juga menjadi bukti ketaqwaan seorang hamba.

Allah Subhanahu wata’ala telah berfirman:

لَن يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِن يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak sanggup mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang sanggup mencapainya.” (QS:Al Hajj:37)

2. Sebagai perilaku Kepatuhan dan Ketaaan pada Allah

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنسَكاً لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ

“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, alasannya itu berserah dirilah kau kepada-Nya. Dan berilah kabar bangga kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).” [QS: Al Hajj : 34]

3.Sebagai Saksi Amal di Hadapan dari Allah

Ibadah qurban mendapatkan ganjaran yang berlipat dari Allah SWT, dalam sebuah hadits disebutkan, “Pada setiap lembar bulunya itu kita memperoleh satu kabaikan.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
Juga kelak pada hari selesai nanti, binatang yang kita qurbankan akan menjadi saksi.

حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الدِّمَشْقِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ ابْنُ نَافِعٍ حَدَّثَنِي أَبُو الْمُثَنَّى عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلًا أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هِرَاقَةِ دَمٍ وَإِنَّهُ لَيَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَشْعَارِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا

“Tidak ada amalan yang dikerjakan anak Adam ketika hari (raya) kurban yang lebih dicintai oleh Allah Azza Wa Jalla dari mengalirkan darah, sebenarnya pada hari selesai zaman ia akan tiba dgn tanduk-tanduknya, kuku-kukunya & bulu-bulunya. Dan sebenarnya darah tersebut akan hingga kepada Allah Azza Wa Jalla sebelum jatuh ke tanah, maka perbaguslah jiwa kalian dengannya.” [HR. ibnumajah No.3117].

4. Membedakan dengan Orang Kafir

Sejatinya qurban (penyembelihan binatang ternak) tidak saja dilakukan oleh umat Islam setiap hari raya adha tiba, tetapi juga oleh umat lainnya. Sebagai contoh, pada zaman dahulu orang-orang Jahiliyah juga melaksanakan qurban. Hanya saja yang menyembelih binatang qurban untuk dijadikan sebagai sesembahan kepada selain Allah.

قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
لاَ شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَاْ أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya shalatku, sembelihanku (qurbanku), hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu baginya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan saya yakni orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” [QS: al-An’am : 162-163]

5. Ajaran Nabiullah Ibrahim AS

Berkurban juga menghidupkan fatwa Nabi Ibrahim – ‘alaihis salaam yang ketika itu Allah memerintahkan dia untuk menyembelih anak tercintanya sebagai tebusan yaitu Ismail ‘alaihis salaam ketika hari an nahr (Idul Adha).

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خَلَفٍ الْعَسْقَلَانِيُّ حَدَّثَنَا آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ حَدَّثَنَا سَلَّامُ بْنُ مِسْكِينٍ حَدَّثَنَا عَائِذُ اللَّهِ عَنْ أَبِي دَاوُدَ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ قَالَ قَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا هَذِهِ الْأَضَاحِيُّ قَالَ سُنَّةُ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ قَالُوا فَمَا لَنَا فِيهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ بِكُلِّ شَعَرَةٍ حَسَنَةٌ قَالُوا فَالصُّوفُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ بِكُلِّ شَعَرَةٍ مِنْ الصُّوفِ حَسَنَةٌ

“Berkata kepada kami Muhammad bin Khalaf Al ‘Asqalani, berkata kepada kami Adam bin Abi Iyas, berkata kepada kami Sullam bin Miskin, berkata kepada kami ‘Aidzullah, dari Abu Daud, dari Zaid bin Arqam, dia berkata: berkata para sobat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Wahai Rasulullah, binatang qurban apa ini?” Beliau bersabda: “Ini yakni sunah bapak kalian, Ibrahim.” Mereka berkata: “Lalu pada binatang tersebut, kami sanggup apa wahai Rasulullah?” Beliau bersabda: “Pada setiap bulu ada satu kebaikan.” Mereka berkata: “Bagaimana dengan shuf (bulu domba)?” Beliau bersabda: “Pada setiap bulu shuf ada satu kebaikan.” [HR. Riwayat Ibnu Majah dalam Sunannya No. 3127]

6. Berdimensi Sosial Ekonomi

Ibadah qurban juga mempunyai sisi positif pada aspek sosial. Sebagaimana diketahui distribusi daging qurban meliputi seluruh kaum muslimin, dari kalangan manapun ia, fakir miskin hingga bisa sekalipun.
Sehingga hal ini akan memupuk rasa solidaritas umat. Jika mungkin bagi si fakir dan miskin, makan daging yakni suatu yang sangat jarang. Tapi pada ketika hari raya Idul Adha, semua akan mencicipi konsumsi kuliner yang sama.

Hadits dari Ali bin Abu Thalib,

وَعَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَالَ: { أَمَرَنِي النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَنَّ أَقْوَمَ عَلَى بُدْنِهِ, وَأَنْ أُقَسِّمَ لُحُومَهَا وَجُلُودَهَا وَجِلالَهَا عَلَى الْمَسَاكِينِ, وَلا أُعْطِيَ فِي جِزَارَتِهَا مِنْهَا شَيْئاً } مُتَّفَقٌ عَلَيْه ِ
”Rasulullah memerintahkan kepadaku untuk mengurusi binatang kurbannya, membagi-bagikan dagingnya, kulit dan pakaiannya kepada orang-orang miskin, dan saya tidak diperbolehkan memberi sesuatu apapun dari binatang kurban (sebagai upah) kepada penyembelihnya.”

Waktu Pelaksanaan Qurban

Waktu pelaksanaan ibadah qurban terbentang mulai tanggal 10 hingga 13 Zulhijah. Yakni tanggal 10 sesudah pelaksanaan shalat idul adha, hingga tenggelamnya matahari pada tanggal 13. Rasulullah saw bersabda:

كُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ ذَبْحٌ

“Seluruh hari-hari tasyriq yakni waktu menyembelih binatang qurban”. (HR. Ahmad; Shahih)

Jenis dan Syarat Hewan Qurban

Hewan yang dipotong untuk ibadah qurban yakni dari jenis binatang ternak. Yaitu unta, sapi, kambing dan domba. Tidak sah berqurban dengan jenis ikan dan burung. Adapun syarat umurnya, unta sudah berumur 5 tahun, sapi sudah berumur 2 tahun, kambing sudah berumur 1 tahun, dan domba sudah berumur 6 bulan. Syarat umur minimal ini berlaku baik untuk jantan maupun betina.

Rasulullah saw bersabda:

لَا تَذْبَحُوا إِلَّا مُسِنَّةً إِلَّا أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنَ الضَّأْنِ

“Janganlah kalian memotong binatang qrban kecuali yang telah cukup umur. Kecuali kalau kalian kesulitan mendapatkannya, maka potonglah domba muda” (HR. Muslim).

Menurut Madzhab Hanafi, jadza’ atau domba muda itu berumur 6 bulan. Sedangkan berdasarkan madzhab Syafi’i, berumur 1 tahun.

Lebih lanjut Syaikh Wahbah Zuhaily dalam al-fiqhul Islamy wa adillatuhu menyimpulkan perbedaan pendapat perihal umur binatang kurban sebagai berikut:

فقهاء المذاهب اتفقوا على تحديد سن الإبل بخمس، واختلفوا في البقر على رأيين، فعند الحنفية والحنابلة والشافعية: ما له سنتان. وعند المالكية: ما له ثلاث سنين. كما اختلفوا في المعز: فعند غير الشافعية: ما له سنة كاملة. وعند الشافعية: ما له سنتان كاملتان.

“Para hebat aturan aneka macam madzhab bersepakat perihal batasan umur unta, yaitu 5 tahun. Tentang umur sapi, mereka terbagi menjadi dua pendapat. Yaitu 2 tahun berdasarkan madzhab Hanafi, Hambali dan Syafi’i, dan 3 tahun berdasarkan madzhab Maliki. Demikian pula perihal umur kambing. 2 tahun berdasarkan madzhab Syafi’i, dan 1 tahun berdasarkan lainnya”.

Di samping syarat umur, binatang kurban juga harus terbebas dari cacat yang terang atau mencolok dan bisa mengurangi dagingnya.

Rasulullah saw bersabda:

أَرْبَعٌ لَا يُضَحَّى بِهِنَّ: الْعَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوَرُهَا، وَالْمَرِيضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا، وَالْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ ظَلَعُهَا، وَالْعَجْفَاءُ الَّتِي لَا تُنْقِيْ

“Ada empat macam yang dihentikan dijadikan qurban. Yaitu, binatang yang rabun dan terang kerabunannya, binatang yang sakit dan terang sakitnya, binatang yang pincang dan terang pincangnya, dan binatang yang kurus tidak berdaging”. (HR. Ibnu Hibban; Shahih)

Pembagian Daging Qurban

Pada dasarnya daging qurban yakni untuk dikonsumsi. Sebagian untuk yang berqurban bersama keluarganya. Sebagian untuk karib kerabat atau tetangga terdekat. Dan sebagiannya lagi untuk fakir miskin. Tidak mengapa sekiranya ada yang perlu disimpan bila kondisinya longgar.

Rasulullah saw bersabda:

كُلُوا وَأَطْعِمُوا وَادَّخِرُوا

“Makanlah, bagikanlah untuk makanan, dan simpanlah”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Rujukan: Fiqhus-sunnah, Sayyid Sabiq; Alfiqhul Islamy wa adillatuh, Syaikh Wahbah Zuhaili; dan Kutubul Hadits.

Sumber: 
- https://duniapendidikand.blogspot.com//search?q=
- http://www.dakwatuna.com/2015/09/17/74656/ibadah-qurban-pada-hari-raya-idul-adha/

Sumber http://www.artikelmateri.com