Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sejarah Kerajaan Bali: Kehidupan Politik, Ekonomi, & Sosial-Budaya

Sejarah Kerajaan Bali Kerajaan Bali Kuno terletak di Pulau Bali yang berada di sebelah timur Provinsi Jawa Timur. Kerajaan Bali mempunyai hubungan sejarah yang erat dengan kerajaan-kerajaan di Pulau Jawa, khususnya di Jawa Timur, menyerupai kerajaan Singasari dan Majapahit. Nah, pada kesempatan kali ini akan menampilkan klarifikasi mengenai kehidupan politik, ekonomi, dan sosial-budaya dari Kerajaan Bali. Semoga bermanfaat. Check this out!!!

A. Kehidupan Politik

Berita tertua mengenai Bali bersumber dari Bali sendiri, yakni berupa beberapa buah cap kecil dari tanah liat yang berukuran 2,5 cm yang ditemukan di Pejeng, Bali. Cap-cap itu dibentuk pada masa ke-8 M. Adapun prasasti tertua di Bali berangka tahun 882 M, memberitakan perintah menciptakan pertapaan dan pasanggrahan di Bukit Cintamani. Di dalam prasasti tersebut tidak ditulis nama raja yang memerintah pada masa itu. Demikian juga prasasti yang berangka tahun 911 M, yang isinya memperlihatkan izin kepada penduduk Desa Turunan untuk membangun tempat suci bagi pemujaan Bhattara Da Tonta.

Munculnya Kerajaan Bali sanggup diketahui dari prasasti Blancong (Sanur) yang berangka tahun 914 M. Prasasti tersebut ditulis dengan aksara Pranagari dan Kawi, sedang bahasanya ialah Bali kuno dan Sanskerta. Raja Bali yang pertama ialah Kesari Warmadewa. Ia bertakhta di istana Singhadwala dan ialah raja yang mendirikan Dinasti Warmadewa. Dua tahun kemudian, Kesari Warmadwa digantikan oleh Ugrasena (915-942). Raja Ugrasena bertakhta di istana Singhamandawa. Masa pemeritahannya sezaman dengan pemerintahan Empu Sendok dari keluarga Isana di Jawa Timur (Baca: Kerajaan Mataram Dinasti Isana). Raja Ugrasena meninggalkan 9 prasasti, yang umumnya berisi perihal pembebasan pajak untuk daerah-daerah tertentu.

Raja yang memerintah sehabis Ugrasena yaitu Aji Tabanendra Warmadewa ( 955-967). Raja ini memerintah gotong royong permaisurinya yang berjulukan Sri Subadrika Dharmadewi. Pengganti berikutnya ialah Jaya singha Warmadewa (968-975). Raja ini membangun sebuah pemandian dari sebuah mata air yang ada di Desa Manukaya. Pemandian itu disebut Tirtha Empul yang terletak di bersahabat Tampaksiring.

Raja Jayasingha digantikan oleh Janasadhu Warmadewa (975-983). Pada tahun 983 muncul seorang raja perempuan yang berjulukan Sri Maharaja Sri Wijaya Mahadewi. Pengganti Sri Wijaya Mahadewi ialah Udayana Warmadewa. Ia memerintah bersama permaisurinya, yaitu Gunapriya Dharmapatni yang lebih dikenal sebagai Mahendradatta. Udayana memerintah bersama permaisurinya hingga tahun 1001 M, alasannya yaitu pada tahun itu Mahendradatta meninggal. Udayana meneruskan pemerintahannya hingga tahun 1011 M.

Raja Bali selanjutnya yaitu Udayana. Berdasarkan namanya Udayana diduga merupakan raja yang besar wibawa dan pengaruhnya. Udayana berarti “penyampai wahyu”, menyerupai matahari yang memperlihatkan sinar terang kepada umat manusia. Udayana menikah dengan Mahendradatta (ada yang menyebutnya Sri Gunaprya Darmapatni), saudara perempuan Darmawangsa Teguh dari Medang Kamulan di Jawa Timur. Perkawinan mereka membuahkan beberapa putra: Airlangga, Marakata, dan Anak Wungsu. Airlangga sebagai anak sulung menikahi salah seorang puteri Raja Darmawangsa Teguh (Airlangga mengawini sepupunya sendiri). Setelah Dharmawangsa tewas akhir pemberontakan Wura-wuri, Airlangga mengambil alih kekuasaan Medang Kamulan dan memindahkan ibukota ke Kahuripan.

Setelah meninggal Udayana dimakamkan di Banuwka, ia digantikan oleh puteranya, Dharmawangsa Marakata. Marakata wafat pada tahun 1025 M dan dimakamkan di Camara di kaki Gunung Agung. Sedangkan ibunya, Mahendradatta, wafat pada tahun 1010 dan dimakamkan di Burwan bersahabat Gianyar yang diarcakan sebagai Dewi Durga.

Sepeninggal Marakata, takhta Bali dipegang oleh Anak Wungsu, adiknya. Anak Wungsu mulai memerintah pada 1049. Selama pemerintahannya, ia meninggalkan 28 buah prasasti, di antaranya Prasasti Gua Gajah, Gunung Penulisan, dan Sangit. Menurut pemberitaan prasasti-prasasti tersebut, Anak Wungsu dicintai rakyatnya dan dianggap penjelmaan Dewa Wisnu. Ia memerintah selama 28 tahun, hingga tahun 1077, dan wafat pada tahun 1080 M dan dimakamkan di Candi Padas Tampaksiring.

Anak Wungsu lalu digantikan oleh Sri Maharaja Walaprabu yang diduga memerintah tahun 1079-1088. Berbeda dengan raja-raja Bali sebelumnya yang menggunakan gelar Sang Ratu atau Paduka Haji, Walaprau malah menggunakan gelar Sri Maharaja yang berbau Sansekerta. Raja yang populer dari Bali yaitu Jayapangus yang berkuasa dari tahun 1177 hingga 1181. Sebanyak 35 prasasti perihal Jayapangus telah ditemukan. Dalam menjalankan roda pemerintahannya, Jayapangus dibantu oleh dua orang permasyurinya, yaitu Sri Prameswari Indujaketana dan Sri Mahadewi Sasangkajacinhna. Kitab yang dipakai sebagai aturan yaitu Manawakamandaka, yang sering disebut pula Manawasasana Dharma.

Raja Bali yang terakhir yaitu Paduka Bhatara Parameswara Sri Hyang ning Hyang Adedewalancana (1260-1324). Tahaun 1282, Bali diserang oleh raja Singasari, Kretanegara. Setelah itu Bali berada dalan kekuasaan Majapahit. Pada masa runtuhnya Majapahit banyak bangsawan, pendeta, pedagang, seniman, dan rakyat lainnya yang pindah ke Bali untuk menghindari islamisasi di Jawa. Maka dari itu, hingga kini dominan penduduk Bali penganut Hindu sebagai efek Majapahit yang Hindu.

 Kerajaan Bali Kuno terletak di Pulau Bali yang berada di sebelah timur Provinsi Jawa Timu Sejarah Kerajaan Bali: Kehidupan Politik, Ekonomi, & Sosial-Budaya
Sejarah Kerajaan Bali: Kehidupan Politik, Ekonomi, & Sosial-Budaya

B. Kehidupan Ekonomi

Kegiatan ekonomi masyarakat Bali dititikberatkan pada sektor pertanian. Hal itu didasarkan pada beberapa prasasti Bali yang memuat hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan bercocok tanam. Beberapa istilah itu, antara lain sawah, parlak (sawah kering), kebwan (kebun), gaga (ladang), dan kasuwakan (irigasi).

Di luar acara pertanian pada masyarakat Bali juga ditemukan kehidupan sebagai berikut.
  1. Pande (Pandai = Perajin)
    Mereka mempunyai kepandaian menciptakan kerajaan pelengkap dari materi emas dan perak, menciptakan peralatan rumah tangga, alat-alat pertanian, dan senjata.
  2. Undagi
    Mereka mempunyai kepandaian memahat, melukis, dan menciptakan bangunan.
  3. Pedagang
    Pedagang pada masa Bali Kuno dibedakan atas pedagang pria (wanigrama) dan pedagang perempuan (wanigrami). Mereka sudah melaksanakan perdagangan antarpulau (Prasasti Banwa Bharu).

C. Kehidupan Sosial-Budaya

Struktur masyarakat yang berkembang pada masa Kerajaan Bali Kuno didasarkan pada hal sebagai berikut.
  1. Sistem Kasta (Caturwarna)
    Sesuai dengan kebudayaan Hindu di India, pada awal perkembangan Hindu di Bali sistem kemasyarakatannya juga dibedakan dalam beberapa kasta. Namun, untuk masyarakat yang berada di luar kasta disebut budak atau njaba.
  2. Sistem Hak Waris
    Pewarisan harta benda dalam suatu keluarga dibedakan atas anak pria dan anak perempuan. Anak pria mempunyai hak waris lebih besar dibandingkan anak perempuan.
  3. Sistem Kesenian
    Kesenian yang berkembang pada masyarakat Bali Kuno dibedakan atas sistem kesenian keraton dan sistem kesenian rakyat.
  4. Agama dan Kepercayaan
    Masyarakat Bali Kuno meskipun sangat terbuka dalam mendapatkan efek dari luar, mereka tetap mempertahankan tradisi kepercayaan nenek moyangnya. Dengan demikian, di Bali dikenal ada penganut agama Hindu, Buddha, dan kepercayaan animisme.
Semoga klarifikasi mengenai Sejarah Kerajaan Bali di atas sanggup menambah wawasan sahabat sekalian perihal sejarah dan kebudayaan yang ada di nusantara. Apabila ada suatu kesalahan baik berupa penulisan maupun isi, mohon kiranya kritik dan saran yang membangun untuk kemajuan bersama. Jangan lupa like dan share juga ya sobat. Terima kasih... ^^ Maju Terus Pendidikan Indonesia ^^

Sumber http://www.zonasiswa.com