Pencatatan Barang Milik Sekolah/Madrasah
A. LATAR BELAKANG Pencatatan Barang Milik Sekolah/Madrasah
Dalam siklus manajemen keuangan, pencatatan barang merupakan potongan dari manajemen asset. Manajemen asset meliputi proses yang menyeluruh dan terpadu mulai dari perencanaan barang hingga ke pelaporannya. Namun demikian, menyesuaikan dengan kemampuan sumber daya yang ada di tingkat sekolah/madrasah maka pada potongan ini hanya akan diberikan hal-hal minimal yang harus dilakukan oleh sekolah/madrasah dalam menginventarisasi barang-barang yang dikuasakan penggunaannya pada sekolah/madrasah sebagai potongan dari manajemen asset daerah, selain juga sebagai salah satu cara memelihara kondisi barang guna mendukung proses mencar ilmu mengajar secara optimal.
Sekolah merupakan salah satu unsur pemerintahan kawasan yang berada dalam pelatihan DInas Pendidikan Kota/Kabupaten, sementara kedudukan madrasah ialah setara dengan SKPD yang berada dalam pelatihan Kanwil Kemenag di daerah. Sebagai potongan dari perangkat daerah, maka sudah seharusnya sekolah mengikuti hukum yang berlaku di pemerintahan kawasan termasuk dalam hal pengelolaan asset/barang. Sedangkan madrasah yang merupakan potongan dari Kementerian Agama juga mempunyai kewajiban yang sama dalam pengelolaan asset/barang yang dikuasakan kepada madrasah.
Sejak diluncurkannya Program BOS pada tahun 2005, sebagian besar sekolah di Indonesia sangat bergantung dengan dana BOS. Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pendidikan Nasional secara lengkap telah memperlihatkan panduan cara penggunaan dana ini untuk menghindari adanya penyalahgunaan penggunaan dana. Sejalan dengan perkembangan zaman, semenjak tahun 2010 dana BOS sanggup digunakan untuk membeli perangkat komputer sebagai pendukung acara di sekolah. Dimasa mendatang, tidak tertutup kemungkinan dana ini bisa juga digunakan untuk pembelian barang jenis lain terkait dengan kegiatansekolah.
Karena itulah potongan ini secara khusus bertujuan untuk:
1. Memberikan pemahaman perihal pentingnya pencatatan milik sekolah yang merupakan potongan dari barang milik kawasan yang ditempatkan di sekolah.
2. Memberikan pengetahuan perihal langkah-langkah yang harus dilakukan ketika mendapatkan pengiriman barang habis pakai yang dipesan dan bagaimana perlakuannya ketika barang tersebut disimpan kemudian disalurkan ataupun diminta untuk digunakan.
3. Memberikan pengetahuan perihal cara melaksanakan pencatatan barang tidak habis pakai dengan memakai isyarat standar yang digunakan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, serta apa yang harus dilakukan ketika menempatkan/ menyalurkan barang tersebut untuk digunakan di lingkungan sekolah.
B. DASAR HUKUM Pencatatan Barang Milik Sekolah/Madrasah
Peraturan perundangan yang terkait dengan pencatatan barang merupakan teladan penting bagi kawasan terutama dalam penegasan perihal kiprah dan tanggung jawab pencatatanbarang, pengelompokkan jenis barang maupun sistem pengkodeannya. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 perihal Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah serta perubahannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 secara rinci menjelaskan perihal segala hal yang terkait dengan pencatatan barang milik daerah.
Pasal 1 (20) peraturan tersebut menjelaskan perihal definisi dari penatausahaan barang,yaitu rangkaian acara yang meliputi pembukuan, inventarisasi dan pelaporan barang milik Negara/daerah sesuai ketentuan yang berlaku. Sementara inventarisasi sendiri meliputi acara untuk melaksanakan pendataan, pencatatan dan pelaporan hasil pendataan barang milik Negara/daerah. Rangkaian acara tersebut untuk tingkat sekolah menjadi tanggung jawab Kepala Sekolah yang merupakan Kuasa Pengguna Barang. Pada prakteknya, kepala sekolah sanggup mendelegasikan kiprah ini.
Untuk melengkapi peraturan pemerintah tersebut, pelaksanaannya diatur dalam Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 perihal Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah. Pada Pasal 6 Ayat 5 peraturan yang menjabarkan secara detail pelaksanaan dari pengelolaan barang daerah, dinyatakan secara terang bahwa Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah selaku kuasa pengguna barang milik daerah, berwenang dan bertanggung jawab:
1. mengajukan planning kebutuhan barang milik kawasan bagi unit kerja yang dipimpinnya kepada Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bersangkutan;
2. melaksanakan pencatatan dan inventarisasi barang milik kawasan yang berada dalam Daerah selaku kuasa pengguna barang milik daerah, berwenang dan bertanggung jawab:
1. mengajukan planning kebutuhan barang milik kawasan bagi unit kerja yang dipimpinnyakepada Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bersangkutan;
2. melaksanakan pencatatan dan inventarisasi barang milik kawasan yang berada dalam penguasaannya;
3. memakai barang milik kawasan yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan kiprah pokok dan fungsi unit kerja yang dipimpinnya;
4. mengamankan dan memelihara barang milik kawasan yang berada dalam penguasaannya;
5. melaksanakan pengawasan dan pengendalian atas penggunaan barang milik kawasan yang ada dalam penguasaannya; dan
6. menyusun dan memberikan Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran (LBKPS) dan Laporan
Barang Kuasa Pengguna Tahunan (LBKPT) yang berada dalam penguasaannya kepada kepala satuan kerja perangkat kawasan yang bersangkutan.
Peraturan di tingkat menteri ini juga dilengkapi dengan lampiran mengenai sistem pengkodean barang di tingkat daerah. Sedangkan untuk madrasah, kodefikasi barang mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan 29/PMK.06/2010 perihal Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Negara.
C. TUJUAN PENCATATAN BARANG
Seperti sudah dijelaskan pada potongan sebelumnya bahwa pencatatan barang sebagai potongan dari menajemen asset ialah merupakan potongan dari pengelolaan keuangan secara keseluruhan maka selain dari menjalankan peraturan dan perundangan yang berlaku, pencatatan barang di tingkat sekolah/madrasah juga dimaksudkan untuk:
1. Sebagai proses inventarisasi kekayaan kawasan dimana barang milik sekolah merupakan potongan dari kekayaan daerah.
2. Dalam rangka menjaga kondisi barang milik sekolah guna memastikan pelayanan pendidikan sanggup berjalan secara normal. Dengan pencatatan barang secara teratur maka sanggup diketahui dengan cepat dan niscaya kondisi barang yang ada di sekolah.
3. Sebagai bentuk pengamanan barang kawasan yang dikuasakan penggunaannya kepada sekolah. Hal ini guna menghindari adanya pemindahtanganan atau penggunaan barang milik sekolah untuk acara yang tidak terkait dengan proses mencar ilmu mengajar ataupun tanpa sepengetahuan kuasa pengguna barang (kepala sekolah).
4. Sebagai dasar penyusunan Neraca kawasan lantaran barang milik sekolah ialah potongan dari barang daerah.
Ke-empat tujuan di atas sekaligus mendukung pengelolaan keuangan sekolah secara terpaduguna memperlihatkan layanan pendidikan yang optimal
D. DEFINISI PENCATATAN BARANG
Pencatatan barang merupakan potongan dari penatausahaan barang yang dalam hal ini dilakukan di tingkat sekolah/madrasah. Untuk tingkat sekolah, pencatatan barang dilakukan semenjak barang tersebut diterima, disimpan dan kemudian disalurkan atau digunakan hingga padatahap pemeliharaan. Pengadaan barang sejatinya merupakan satu kesatuan dari pencatatan barang namun proses ini tidak akan dibahas dalam sesi ini lantaran untuk pengadaan barang sekolah/barang mengacu pada panduan BOS terkait pengadaan barang.
Barang yang perlu dicatat di tingkat sekolah/madrasah dibedakan menjadi:
1. Barang habis pakai
Merupakan barang-barang yang digunakan dalam pelaksanaan mencar ilmu mengajar di sekolah/madrasah dengan masa pakai kurang dari satu tahun. Contoh: kapur tulis, ATK,dll. Tidak ada peraturan khusus yang mengatur mengenai pencatatan barang habis pakai, bahkan untuk ketika ini di tingkat sekolah/madrasah tidak diwajibkan untuk melaksanakan pencatatan barang-barang yang tergolong habis pakai. Namun demikian, pencatatan iniideal dilakukan kalau sekolah/madarasah berkeinginan melaksanakan pengelolaan keuangan sesuai standar umum yang berlaku serta untuk tujuan akuntabilitas penggunaan dana pencatatan. Dengan demikian sanggup diketahui tingkat pemakaian rata-rata barang habis pakai yang umum digunakan sehari-hari di sekolah untuk tujuan ketersediaan barangtersebut.
2. Barang tidak habis pakai
Yaitu barang-barang yang mempunyai masa pakai lebih dari satu tahun dan sanggup digunakan berulangkali. Istilah yang umum digunakan dalam bidang keuangan ialah asset tetap. Yang tergolong dalam barang tidak habis pakai contohnya meja, kursi, komputer, mesin tik, dll. Barang-barang jenis ini dicatat sebagai barang milik kawasan yang dikuasakan penggunaannya kepada sekolah, dan merupakan potongan dari aset kawasan yang tercatat dalam neraca keuangan daerah. Sesuai peraturan, pengguna barang wajib menciptakan laporan kepada pengelola barang minimal setiap semester dan tahunan. Umumnya bangunan dan tanah dimana gedung sekolah berdiri tidak masuk dalam pencatatan barang di tingkat sekolah lantaran sudah dicatat sebagai asset di tingkat dinas, kecuali ada peraturan lain di tingkat kawasan yang mewajibkan pencatatan tersebut. Sedangkan untuk bangunan pemanis yang berasal sumbangan ataupun lainnya harus tetap dicatat oleh sekolah.
E. SUMBER BARANG SEKOLAH/MADRASAH
Barang milik sekolah/madrasah sanggup berasal dari dua sumber utama, yaitu:
1. Pembelian yang dilakukan oleh sekolah.
Pembelian ini umumnya sudah direncanakan sebelumnya dalam planning anggaran sekolah. Untuk barang yang tidak habis pakai, barang yang dibeli perlu dilaporkan kepada dinas pendidikan untuk kemudian dicatat sebagai potongan dari barang daerah.
2. Sumbangan, yang berasal dari:
a. Pemerintah
b. Provinsi
c. Kabupaten/Kota
d. Perusahaan
e. Hibah donor
f. Masyarakat
g. Lainnya
F. PENGELOLA BARANG SEKOLAH/MADRASAH
Seperti yang telah dijelaskan di atas, Kepala Sekolah sebagai kuasa pengguna barang milik kawasan di tingkat sekolah merupakan penanggung jawab barang milik sekolah. Dalam prateknya, kepala sekolah sanggup mendelegasikan kiprah ini kepada kepala tata perjuangan atau yang ditunjuk. Tanggung jawab yang harus dilakukan dalam rangka pengelolaan barang milik sekolah/madarasah ini adalah:.
1. Pencatatan manajemen barang inventaris dengan dukungan kode.
Pencatatan ialah mendokumentasikan barang yang ada di lingkungan sekolah termasuk memperlihatkan kode-kode barang yang sesuai dengan peraturan perundangan.
2. Inventarisasi dengan cara menerbitkan dan memasang daftar inventaris ruangan. Inventarisasi ialah memastikan bahwa barang yang dicatat memang benar ada dan memastikan lokasi/keberadaan barang yang dicatat tersebut.
3. Membuat laporan mutasi barang.
Melaporkan setiap perubahan jumlah, status, dan kondisi yang ada dalam penguasaan sekolah kepada Dinas Pendidikan sebagai kuasa pengguna barang untuk kemudian dilaporkan kepada kepala kawasan secara periodik.
4. Membuat laporan pengadaan barang inventaris secara terjadwal (per triwulan),
5. Mengawasi segala jenis perbaikan/pemeliharaan barang inventaris.
G. ALUR PENCATATAN PENERIMAAN DAN PENGGUNAAN/PENEMPATAN BARANG SEKOLAH
Pengelolaan barang yang baik meliputi tiga tahapan yang utama, yaitu:
1. Penerimaan Barang - baik penerimaan barang dari pembelian maupun penerimaan barang dari sumbangan atau hibah. Barang yang diterima ini dicatat dalam kartu penerimaan barang sebagai bukti penerimaan.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam tahap penerimaan barang adalah:
a. Dilakukan oleh kepala tata perjuangan atau penanggung jawab barang yang ditunjuk.
b. Dasar penerimaan barang ialah surat perintah kerja/surat perjanjian kontrak/kontrak pengadaan barang yang ditandatangani oleh kepala sekolah.
c. Barang yang diterima harus disertai dokumen yang menyatakan macam/jenis, jumlah, harga, dan spesifikasi barang.
d. Barang diterima kalau sesuai dengan isi dokumen pada poin c di atas.
e. Jika ada kekurangan maka barang ditolak atau dibentuk tanda terima sementara yang memuat sebab-sebab penerimaan sementara barang. Ini tidak berlaku bagi barang sumbangan atau hibah.
f. Pernyataan penerimaan barang sah apabila gosip program penerimaan barang telah ditandatangani oleh kepala tata usaha.
g. Contoh kartu penerimaan barang sanggup dilihat dalam potongan lampiran.
2. Pencatatan Barang – tahap dimana barang yang diterima dicatatkan ke dalam kartukartu barang sesuai jenis barang. Format kartu-kartu barang sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku sanggup dilihat dalam potongan lampiran.
3. Peyimpanan/Penempatan/Penggunaan Barang – pada tahap ini barang ditempatkan/ disalurkan ke lokasi/ruangan yang membutuhkan ataupun kepada orang yang mengajukan permohonan pembelian untuk kemudian sanggup digunakan dengan baik.
Untuk barang habis pakai, maka penyimpanan dan penggunaan barang sebaiknyamemperhatikan hal-hal berikut:
1. Menggunakan sistem kartu barang guna pemantauan persediaan dan penggunaan barang
2. Setiap satu jenis barang dibuatkan satu kartu barang
3. Kartu barang disimpan dalam kotak atau file khusus, dan diurutkan secara alfabetis sesuai dengan nama barang.
4. Setiap ada perubahan jumlah logistik, baik lantaran adanya pemasukan barang maupun pengeluaran barang harus secepatnya dicatat
5. Setiap kartu barang harus sanggup memperlihatkan persediaan barang pada ketika itu.
6. Bukti-bukti pemasukan barang disimpan dalam satu tempat atau map khusus yang berisi bukti-bukti penerimaan logistik secara berurutan sesuai tanggal penerimaan.
Untuk barang tidak habis pakai, penyimpanan berkaitan dekat dengan:
1. Menyimpan, mengatur, dan merawat – perawatan merupakan perbedaan utama dengan barang habis pakai dalam hal masa manfaat yang melebihi 1 tahun sehingga berdampak pada biaya perawatan yang perlu diaanggarakan supaya barang sanggup digunakan secara optimal.
2. Mencatat secara tertib dan teratur penerimaan barang, pengeluaran barang, dan keadaan persediaan barang ke dalam buku barang berdasarkan jenisnya (format masingmasing kartu sanggup dilihat dalam lampiran):
a. kartu inventaris tanah
b. kartu inventaris mesin dan peralatan – digunakan untuk mencatat
• Alat-alat angkutan: Alat Angkutan Darat Bermotor, Alat Angkutan Darat Tak Bermotor, dan lain-lain.
• Alat-alat bengkel dan alat ukur: Alat Bengkel Bermotor, Alat Bengkel Tak Bermotor, dan lain-lain
• Alat-alat kantor dan rumah tangga: Alat Kantor, Alat Rumah Tangga, dan lainlain.
• Alat-alat laboratorium: Unit Alat Laboratorium, Alat Peraga/Praktek Sekolah
dan lain-lain.
c. Kartu inventaris gedung dan bangunan
d. Kartu Inventaris aset tetap lainnya – digunakan juga untuk mencatat:
• Buku dan perpustakaan
• Buku ibarat Buku Umum Filsafat, Agama, Ilmu Sosial, Ilmu Bahasa, Matematika dan Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Praktis, Arsitektur, Kesenian Olahraga Geografi, Biografi, sejarah dan lain-lain
• Barang bercorak kesenian/kebudayaan
• Barang Bercorak Kesenian, Kebudayan seperti: Pahatan, Lukisan, Alat-alat Kesenian, Alat Olahraga, Tanda Penghargaan, dan lain-lain
3. Membuat laporan berkala.
Berbeda dengan barang habis pakai yang sehabis diminta untuk digunakan tidak perlu
dipantau keberadaannya, untuk barang tidak habis pakai pemakain atau penempatan
barang harus dicatat dengan baik dan jelas. Ini berkaitan dekat dengan masalah
pengamanan dan pemeliharaan yang dinyatakan dalam PP 6/2006 Pasal 8 Ayat 2 butir
e bahwa: “Pengguna barang wajib mengamankan dan memelihara barang milik daerah
yang berada dalam penguasaanya”.
Untuk memudahkan proses tersebut, maka digunakanlah kartu inventaris ruang yang
ditempatkan di setiap ruangan dan berisikan barang apa saja yang ada di ruangan
tersebut dan bagaimana kondisinya. Kartu inventaris ruang mutlak harus diperbaharui
untuk sanggup mengetahui penambahan, pengurangan maupun pergerakan barangbarang
yang berada di lingkungan sekolah. Berkaitan dekat dengan masalah
pemeliharaan dan keamanan, maka kartu ini diperbaharui minimal enam bulan sekali
dan disaat bersamaan penanggung jawab melaksanakan investigasi atas kondisi barang
dan memastikan keberadaannya.
Format kartu inventaris ruang sanggup dilihat dalam potongan lampiran.
H. PENULISAN KODE BARANG
Kode yang digunakan mengacu pada Lampiran Permendagri 17/2007 untuk sekolah negeri, sedangkan untuk madrasah negeri mengacu pada Permenkeu 29/PMK.06/2010. Pada dasarnya keduanya sama-sama terdiri dari 14 digit, dengan isyarat golongan, bidang, kelompok, sub-kelompok dan sub sub-kelompok yang sanggup dilihat dalam peraturan terkait.
Contoh penulisan arti dari isyarat yang digunakan ialah sebagai berikut:
02.06.03.02.01.003
Kode barang mengandung arti:
02: Kode golongan barang - Peralatan dan Mesin
06: Kode bidang - Alat Kantor
03: Kode kelompok - Komputer
01: Kode sub-kelompok - Personal Komputer
01: Kode sub sub-kelompok - PC unit
0003: Kode Register
Kode register merupakan isyarat unik yang tidak diatur secara khusus dalam peraturan perundangan, melainkan isyarat unik yang ditetapkan oleh masing-masing sekolah:
1. Nomor urut pencatatan dari setiap barang, pencatatan terhadap barang yang sejenis,tahun pengadaan sama, besaran harganya sama ibarat meja dan dingklik jumlahnya 150, maka pencatatannya sanggup dilakukan dalam suatu format pencatatan dalam lajur register, ditulis: 0001 s/d 0150.
2. Nomer register juga bisa diambil dari nomor rangka/nomor produksi yang menempel pada barang yang dibeli. Misalnya: untuk komputer, bisa dilihat nomor unik yang tercantum diunit komputer tersebut dan dijadikan nomor register (cukup diambil 3-4 angka terakhir)
3. Nomor register ini dicetak dan ditempel pada barang tidak habis pakai yang relevan
Baca juga: Tentang aplikasi aset kawasan Aplikasi Simda
Demikian postingan ini, semoga bermanfaat