Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Teks Sumpah Cowok Yang Salah Dan Ahistorisme Kita

Teks Sumpah Pemuda yang Salah dan Ahistorisme Kita


Hari ini, Selasa (18 April 2017) melakukan kiprah negara untuk menjaga Ujian Sekolah Bestandar Nasional (USBN) di sebuah Sekolah Menengah Pertama yang ada di bawah Sub Rayon 33/09 Kecamatan Jenggawah. Bukan di sekolah sendiri.

Seperti hari sebelumnya saya menjalankan kiprah menyerupai biasa. Lancar. Tanpa ada kecurangan. Peserta ujian di Sekolah Menengah Pertama ini di hari kedua, saya tidak lagi menjaga kelas yang kemarin. Setelah melakukan kiprah pengewasan mulai dari mengisi berkas sampai mengedarkan naskah soal dan LJK serta LJU (Lembar Jawaban Uraian). Perlu sedikit di ketahui bahwa USBN tidak hanya berupa soal pilihan ganda, tetapi juga ada soal uraian.

Teks Sumpah Pemuda yang Salah
Karena hidup tidak hanya harus menentukan antara a, b, c, d. Hidup itu perlu mengusahakan atas tanggapan yang akan kita tentukan. Ciee.

Ketika duduk di meja pengawas, pandangan mata saya mengarah ke sebuah poster yang ditempel di dinding kelas. Sebuah poster berukuran A3 dengan posisi potrait. Warna secara umum dikuasai putih dengan gambar bingkai berwarna kuning emas. Di cuilan bawah poster tersebut terdapat gambar pahlawan dan gambar bukan pahlawan. Dari kiri masing-masing ialah Patih Gajah Mada, Pangeran Diponegoro, Cut Nyak Dien, RA. Kartini, Bung Tomo, dan Ir. Soekarno.

Poster tersebut ialah Poster ‘Sumpah Pemuda’ DENGAN TEKS YANG SALAH. Terpaksa saya tulis dengan terlebih dulu menekon tombol ‘caps lock’ di papan ketik saya. Gemes.

Ada tiga bait sumpah pemuda, dan bait pertama serta ketiga salah. Teks di dinding kelas sebuah Sekolah Menengah Pertama itu berbunyi:

Sumpah Pemuda

Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertanah air satu, tanah air Indonesia.

Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia.

Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbahas satu, bahasa Indonesia.

Ternyata, sesudah saya ketik saya gres sadar bahwa ketiga baitnya salah!

Teks yang pernah diikrarkan oleh para cowok pada 1928 ialah sebagai berikut:

Kami putra dan putri Indonesia mengaku BERTUMPAH DARAH YANG SATU, tanah Air Indonesia.

Kami putra dan putri Indonesia mengaku BERBANGSA YANG SATU, bangsa Indonesia.

Kami putra dan putri Indonesia MENJUNJUNG BAHASA PERSATUAN, bahasa Indonesia.

Penjelasan Lengkap Tentang Kaitannya Sumpah Pemuda dan Sejarah Lahirnya Bahasa Indonesia sanggup dibaca dalam artikel yang berjudul: Sejarah Lahirnya Bahasa Indonesia dan Perkembangannya

Bait kedua poster di dinding kelas yang saya sebutkan tadi tidak fatal, ‘hanya’ kurang ‘yang’.

Melihat kesalahan menyerupai ini menciptakan saya gemes. Karena mereka (para cowok yang berkongres dan ditutup pada 28 Oktober 1928, yang kemudian disebut sebagai Sumpah Pemuda tidak main-main. Mereka merumuskan itu dengan penuh risiko. Bahkan risiko dibunuh oleh Belanda sebab dianggap makar.

Kini, sesudah hampir seratus tahun dari kejadian itu kita mengingatnya dengan asal-asalan. Padahal itu sanggup mengubah makna dan mengurangi kedalaman perjuangannya.

Kata tumpah darah lebih heroik daripada sekadar bertanah air satu. Tumpah darah mengandung arti: kelahiran. Dilahirkan di Indonesia. Juga mengandung arti perjuangan, berdarah-darah, terluka, sampai mati dalam pertempuran merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Tumbah darah juga mengandung arti kematian. Kita rela mati, untuk negeri tercinta.

Sementara bait terakhir yang memang sering salah ialah perwujudan dari kondisi yang terjadi di Indonesia. Bangsa Indonesia tidak hanya mempunyai satu bahasa. Bahkan disebut-sebut sebagai negara dengan bahasa tempat palaing banyak di dunia. Mereka, para cowok yang berjuang di awal eksistensi Indonesia sebagai bangsa memeahami itu. Maka mereka memakai kata ‘Menjunjung Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia’. Bahasa yang menyatukan dalam ikatan bangsa dan alat komunikasi lintas wilayah yang mempunyai bahasa yang berbeda-beda.

Baca Juga: Makna Sumpah Pemuda Bagi Pelajar dan Pemuda Masa Kini

Kemudian saya jadi bertanya, tapi pertanyaanku membentur tombol-tombol papan ketik. (Disadur dari Puisi ‘Sajak Sebatang Lisong WS Rendra).

Saya jadi bertanya, siapakah yang salah atas poster sumpah cowok dengan teks yang salah di kelas ini?

Pertama, yang salah ialah produsen poster tersebut. Saya sudah mendekati poster dan mengamati mungkin ada identitas pembuat poster, mungkin pabrik, percetakan, atau cv. Nihil. Tidak saya temukan.

Kedua, guru di sekolah ini. Terutama guru bahasa Indonesia dan Guru IPS. Guru bahasa Indonesia bersalah sebab Sejarah Lahirnya bahasa Indonesia berkaitan erat dengan kejadian sumpah cowok ini. Guru IPS di Sekolah Menengah Pertama ini juga salah sebab tidak meluruskan kesalahan sejarah.

Ketiga, semua guru di Sekolah Menengah Pertama ini (khususnya wali kelas). Sebagai bangsa Indonesia kita dihentikan bersifat ahistoris, anti-sejarah, dan setidaknya tidak peduli dengan sejarah. Bukankah kita semua sudah setuju bahwa Bangsa yang besar ialah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya.

Keempat, saya. Karena sudah mengetahui bahwa itu salah dan tidak berusaha memperbaiki, setidaknya menyarankan kepada pihak sekolah untuk menurunkan poster itu. Jika memang tidak ada ganti poster sumpah cowok yang teksnya benar.

Kelima, Anda semua! Yang membaca goresan pena ini. Jika masih salah menulis teks sumpah cowok berarti anda salah. Jika masih membisu saja padahal tahu bahwa ada teks sumpah cowok yang salah, berarti anda juga salah.

Tentu kesalahan yang dimaksud di sini bukan dibalas dengan dosa atau hukuman. Jika kita membisu saja dan tidak peduli terhadap kesalahan menyerupai ini. Kita telah menyalahi dan mengingkari, setidaknya tidak menghargai, para pejuang pergerakan kemerdekaan.

Ah, dalam menulis hal menyerupai ini sya memang selalu berapi-api. Saya mohon maaf jikalau pembaca yang sudah sulit-sulit membaca ini justru disalah-salahkan.

Ujung-ujungnya sesudah saya renungi. Ternyata saya sendiri yang salah sebab membawa persoalan yang ada di dalam kelas, ke ranah yang lebih luas.


Setidaknya kita ialah sesama bangsa Indonesia. Salam.