Contoh Status Pamer Yang Tidak Merasa Pamer
Tulisan ini saya buat alasannya ialah mengalami insiden penting dalam hidup saya. Yaitu, diskusi dalam dan kontradiksi antara paham dan tindakan yang selama ini saya hadapi.
Dalam pemaparan argumentasinya, orang yang berselisih paham dengan saya menganggap hal yang kami lakukan (saya gunakan kami alasannya ialah saya bersama seorang teman) ialah mencari ketenaran. Kami masih dianggap ingin dilihat orang lain. Sementara beliau mengaku sebagai orang yang hina. Dan beliau gembira menjadi hina di mata masyarakat tetapi mulia di mata tuhan.
Nah, saya jadi berpikir BENARKAH?
Benarkah beliau ialah orang yang baik di mata tuhan? sementara di sendiri mengaku, 'gak papa saya buruk di mata masyarakat tapi baik di mata Tuhan'. Dia sudah menjadi Tuhan? atau sudah bercengkrama dengan yang kuasa sehingga yakin bahwa sudah menjadi langsung yang baik di mata Tuhan?
Benarkah di tidak membutuhkan hal ihwal akreditasi dari masyarkat? sementara kami justru diajak untuk mengikuti ajarannya.
Berkaitan dengan hal itu, ternyata aneka macam hal yang kita lakukan di media umum isinya ialah pamer. Seperti yang saya ungkapkan di atas bahwa ucapan orang yang tampaknya merendah justru meninggi.
Maksudnya, 'Gak papa saya hina di masyarakat' tampaknya ialah ucapan yang menghina diri sendiri. Tetapi ada pamernya, 'yang penting baik di mata Tuhan'. Menurut saya ini ialah ucapan pamer. Banyak sekali hal seperi ini yang kita lakukan.
Berikut ini contoh-contoh status pamer yang sangat mungkin pernah kita lakukan di media sosial.
Status di atas misalnya, tampaknya ialah status yang 'netral' padahal bekerjsama merupakan status yang berisi kesombongan dan perjuangan mengatakan kepemilikan pribadi, yaitu 'mobil'.
Sadarkah kita pernah melaksanakan seperi ini?
Banyak lagi status-staus di media umum yang menyerupai ini contohnya berkaitan dengan ibadah:
"Alhamdulillah, udah dhuha."
Status menyerupai di atas merupakan bentuk ekspresi diri yang ingin mengatakan bahwa kita sudah atau sedang beribadah. Status-status yang menyerupai dengan status di atas adalah:
"Otw Teraweh"
"Alhamdulillah berpengaruh poso"
"Mari salat duhur, kari ngenti asare"
Contoh status yang lain adalah:
"Hati hening jikalau sudah berbagi."
"Semoga santunan kami dapat bermanfaat ya."
"Menuju tadarus"
Status-status yang demikian merupakan catatan kita. Jika kita sudah berbuat baik dan mencatatnya sebagai status, mungkin malaikat sudah tidak lagi mencatatnya dalam buku amal kita.
Jika disimulasikan di alam abadi kelak mungkin ada percakapan menyerupai ini:
Kita: "Mangapa amal baik kami di dunia tidak dicatat wahai pak malaikat?"
Malaikat: "Kenapa harus saya catat di buku saya? kau kan sudah menulisnya sebagai status di facebook, twitter, bahkan kau sudah punya dokumentasi yang kuat, foto di instagram?"
Kita: "Tapi malaikat?"
Malaikat: "Nah lho, jangan-jangan sebentar lagi kau update status 'duh amalku gak dicatat sama pak malaikat' gitu?"
Dalam pemaparan argumentasinya, orang yang berselisih paham dengan saya menganggap hal yang kami lakukan (saya gunakan kami alasannya ialah saya bersama seorang teman) ialah mencari ketenaran. Kami masih dianggap ingin dilihat orang lain. Sementara beliau mengaku sebagai orang yang hina. Dan beliau gembira menjadi hina di mata masyarakat tetapi mulia di mata tuhan.
Nah, saya jadi berpikir BENARKAH?
Benarkah beliau ialah orang yang baik di mata tuhan? sementara di sendiri mengaku, 'gak papa saya buruk di mata masyarakat tapi baik di mata Tuhan'. Dia sudah menjadi Tuhan? atau sudah bercengkrama dengan yang kuasa sehingga yakin bahwa sudah menjadi langsung yang baik di mata Tuhan?
Benarkah di tidak membutuhkan hal ihwal akreditasi dari masyarkat? sementara kami justru diajak untuk mengikuti ajarannya.
Berkaitan dengan hal itu, ternyata aneka macam hal yang kita lakukan di media umum isinya ialah pamer. Seperti yang saya ungkapkan di atas bahwa ucapan orang yang tampaknya merendah justru meninggi.
Maksudnya, 'Gak papa saya hina di masyarakat' tampaknya ialah ucapan yang menghina diri sendiri. Tetapi ada pamernya, 'yang penting baik di mata Tuhan'. Menurut saya ini ialah ucapan pamer. Banyak sekali hal seperi ini yang kita lakukan.
Berikut ini contoh-contoh status pamer yang sangat mungkin pernah kita lakukan di media sosial.
Status di atas misalnya, tampaknya ialah status yang 'netral' padahal bekerjsama merupakan status yang berisi kesombongan dan perjuangan mengatakan kepemilikan pribadi, yaitu 'mobil'.
Sadarkah kita pernah melaksanakan seperi ini?
Banyak lagi status-staus di media umum yang menyerupai ini contohnya berkaitan dengan ibadah:
"Alhamdulillah, udah dhuha."
Status menyerupai di atas merupakan bentuk ekspresi diri yang ingin mengatakan bahwa kita sudah atau sedang beribadah. Status-status yang menyerupai dengan status di atas adalah:
"Otw Teraweh"
"Alhamdulillah berpengaruh poso"
"Mari salat duhur, kari ngenti asare"
Contoh status yang lain adalah:
"Hati hening jikalau sudah berbagi."
"Semoga santunan kami dapat bermanfaat ya."
"Menuju tadarus"
Status-status yang demikian merupakan catatan kita. Jika kita sudah berbuat baik dan mencatatnya sebagai status, mungkin malaikat sudah tidak lagi mencatatnya dalam buku amal kita.
Jika disimulasikan di alam abadi kelak mungkin ada percakapan menyerupai ini:
Kita: "Mangapa amal baik kami di dunia tidak dicatat wahai pak malaikat?"
Malaikat: "Kenapa harus saya catat di buku saya? kau kan sudah menulisnya sebagai status di facebook, twitter, bahkan kau sudah punya dokumentasi yang kuat, foto di instagram?"
Kita: "Tapi malaikat?"
Malaikat: "Nah lho, jangan-jangan sebentar lagi kau update status 'duh amalku gak dicatat sama pak malaikat' gitu?"